Senin, 04 Januari 2016

Untuk Pemenung



Pemenung, duduk di serambi. Mulutnya merayan, kepalanya penuh delusi. Udara yang berembus di sela rambutnya tak pelak dihiraukan. Di sudut matanya, ada kerisauan membuncah. Wajahnya sesat pusat. Mimpi yang datang dinihari, di bulan ke sembilan, seperti tak direstui. Restu bahkan tak datang dari pikirannya sendiri. Lantas membuatnya semak hati. 

Pemenung, duduk di serambi.
Sambil melihat matahari beralih posisi, menjadi saksi gelap yang datang dengan permisi. Tapi air wajahnya tak juga berganti. Lama memegang cangkir, tak seteguk air pun membasahi kerongkongan. Makin lama makin ganar. Tak satu pun tuturan dilontarkan. Dingin, sedingin hawa malam musim kemarau.

Pemenung, di mana pikiranmu bertualang? Adakah risak yang perlu kau ceritakan? Bahkan pada telingaku yang datang dinihari dan tak kau restui?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar