Lampu-lampu menyala bergantian, berkelip-kelip mencatuk
mata.
Langit-langit penuh tawa gadungan.
Keramahan ditakar dengan nominal.
Di
sudut sana, sumbu-sumbu keditaktoran menyala.
Kebengisan merayu sampai hidung,
merambat ke kerongkongan.
Tangan-tangan pasak kunci menggerayangi, memerawani
hak paling hakiki: buah pikiran.
Tapi tak bisa lari. Karena doku telanjur membuat
candu.
Aku dipasung Jakarta.